You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 27 April 2014

Juru Dakwah Yang Tidak Gentar

Kekalahan umat Islam dalam perang Uhud menyebabkan bangkitnya kemarahan orang-orang Badwi di sekitar Madinah untuk mengungkit-ungkit dendam lama yang sebelumnya sudah terpendam. Namun tanpa curiga sedikitpun Rasulullah memberikan sambutan baik atas kedatangan sekelompok pedagang Arab yang menyatakan keinginan sukunya hendak mendengar dan memeluk Islam. Untuk itu mereka meminta para juru dakwah dikirimkan ke kampung suku itu. Rasulullah saw meluluskan. Enam orang sahabat yang ‘alim diutus untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka berangkat bersama para pedagang Arab.
Di kampung Ar Raji, di wilayah kekuasaan suku Huzail, para pedagang Arab tiba-tiba melakukan pengurangan atas keenam sahabat Rasulullah saw sambil berseru meminta bantuan kaum Huzail. Keenam pendakwah itu dengan panas menghunus senjata masing-masing dan siap mengadakan perlawanan setelah tahu bahwa mereka tengah dijebak. Para pedagang yang licik tadi berteriak:”Sabar Saudara-saudara. Kami tidak bermaksud membunuh atau menganiaya kalian. Kami cuma mau menangkap kalian untuk kami jual ke Makkah sebagai budak belian”. Keenam sahabat Rasulullah saw itu tahu nasib mereka bahkan lebih buruk daripada terbunuh dalam pertarungan tidak berimbang itu. Mereka segera bertakbir seraya menyerang dengan tangkas
Terjadilah pertempuran seru antara enam pendakwah berhati tulus dengan orang-orang yang beringas yang jumlahnya jauh lebih besar. Pedang mereka ternyata cukup tajam. Beberapa orang lawan telah menjadi korban. Akhirnya tiga sahabat tertusuk musuh dan langsung gugur. Seorang lagi dilempari batu beramai-ramai hingga tewas. Akhirnya tinggal dua orang, Zaid bin Abdutsunah dan Khusaib bin Adi.
Apalah daya dua orang pejuang, betapa pun lincah perlawanan mereka, menghadapi musuh yang banyak dan tangguh? Selang beberapa saat sesudah jatuhnya empat sahabat tadi, kedua orang itu dapat dilumpuhkan dan dibelenggu. Lalu mereka diangkut menuju pasar budak di Makkah. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, Ayah Shafwan, Umayyah bin Khalaf, yaitu majikan Bilal dan Amir bin Fuhairah. Umayyah terkenal sangat kejam kepada budak-budaknya. Bilal pernah disalib di atas pasir dan dijemur di tengah terik matahari dengan badan ditindih batu. Untung Bilal ditebus oleh Sayyidina Abu Bakar Ash Shidiq dan dimerdekakan. Orang Habsyi itu kemudian terkenal sebagai sahabat Rasulullah saw dan diangkat sebagai muadzin, tukang adzan.
Dalam perang Badar, Umayyah bin Khalaf berhadap-hadapan dengan bekas budaknya itu. Dan Bilal berhasil membunuhnya dalam pertempuran yang sengit satu lawan satu. Adapun Khubaib bin Adi diambil oleh Uqbah bin Al Harits dengan tujuan yang sama seperti maksud Shafwan membeli Zaid bin Abdutsunah. Yaitu untuk membalas dendam kebencian mereka kepada umat Islam.
Maka, Zaid diseret menuju Tan’im, oleh orang-orang Quraisy salah satu tempat untuk miqat umrah. Di sanalah Zaid akan menjalani hokum pancung, buat sesuatu yang ia tidak pernah melakukannya. Yaitu terbunuhnya Umayyah bin Khalaf, ayahanda Shafwan. Menjelang algojo melakukannya, yaitu menetak parangnya, pemimpin kaum musyrikin Abu Sufyan bertanya garang :” Zaid bedebah!, apakah engkau senang seandainya di tempatmu ini Muhammad, sedangkan engaku hidup tenteram bersama keluargamu di rumah?”
“Janganlah begitu” bantah Zaid dengan keras. “Dalam keadaan begini pun aku tidak rela Rasulullah tertusuk duri kecil di rumahnya.”
Abu Sufyan menjadi marah. “Bereskan!”, teriaknya kepada algojo. Dalam sekelip mata, sebilah parang berkilat di tengah terik matahari dan darah segar menyembur keluar. Zaid bin Abdutsunah gugur setelah kepalanya dipotong, menambah penghuni sorga dengan seorang syuhada lagi. Di hati Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy lainnya timbil keheranan akan kesetiaan para sahabat kepada Muhammad. Sampai tergamam di bibir Abu Sufyan ucapan kagum :”Aku tidak pernah menemukan seorang yang begitu dicintai para sahabat seperti Muhammad”.
Sesudah selesai [emacungan Zaid, datang pula rombongan lain yang menyeret Khuabib bin Adi. Sesuai dengan hokum yang berlaku di seluruh tanah Arab, pekada pesalah yang dijatuhi qisas mati diberikan hak untuk menyampaikan permintaan terakhir. Demikian juga Khubaib. Juru dakwah yang bestari ini meminta izin untuk shalatsunnah dua rakaat. Permohonan tersebut dikabulkan. Dengan khusyuk dan tenang, seolah-olah dalam suasana aman tenteram tanpa ancaman kematian, Khubaib ibadahnya sampai selesai. Setelah salam dan mengangkat dua tangan, ia berkata :”Demi Allah, andaikata bukan karena takut disangka aku gentar menghadapi maut, maka shalatku akana kulakukan lebih panjang.”
Khubaib disalib fahulu lalu dihabisi sepertimana dilaksanakan ke atas Zaid. Jasadnya telah lebur sebagaimana jenazahlima sahabatnya yang lain. Namun semangat dakwah mereka yang dilandasi keikhlasan untuk menyebarkan ajaran kebenaran takkan pernah padam dari permukaan bumi. Semangat it uterus bergema sehingga makin banyak jumlah pendakwah yang dengan kekuatan sendiri, atas biaya pribadi, menyelusupleuar masuk pedalaman berbatu-batu karang atau hutan belantara untuk menyampaikan firman Allah dan sabda Rasul menuju keselamatan.

Suryana, S.Ag
Penyuluh Agama Fungsional Kota Yogyakarta
Wilayah Kerja Kecamatan Gedongtengen

0 komentar:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP