You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 27 Oktober 2016

Insan Kamil

Impian setiap manusia selalu ingin berlomba-lomba untuk menjadi insan sejati, manusia sempurna atau dalam terminologi Islam disebut insan kamil. Tentu tidak ada larangan untuk bermimpi seperti itu, pada hakikatnya Tuhan pun menyuruh hamba-Nya untuk menjadi manusia sempurna. Masalahnya  adalah bagaimana upaya kita untuk menjadi insan kamil. Apakah hal itu merupakan harapan yang kosong?  Kita harus berani tegas menjawab ‘tidak’.

Kehidupan yang harus dilalui manusia terkadang terbagi menjadi dua golongan. Pertama, golongan manusia yang menikmati hidup ini dengan bahagia, tenang, enjoy dan sebagainya, walaupun banyak masalah yang menimpanya. Kedua, manusia yang merasakan hidup ini bagaikan sebuah beban, rintangan, halangan dan sebagainya, walaupun banyak kesenangan dan kenikmatan yang dirasakannya.
Dimensi kehidupan manusia senantiasa memancarkan keindahan, namun seberapa dalam kita mampu menyelaminya sangat tergantung pada tiga hal: Pertama, apakah mata kita cukup sehat dan normal untuk melihat obyek yang indah itu? Kedua, apakah cukup memadai penerangan yang ada sehingga mampu memberikan kejelasan akan obyek tersebut. Ketiga, apakah kita memiliki mata bathin yang bening dan jernih sehingga dapat  memperoleh pencerahan.
Dengan kata lain ada tiga syarat untuk menjadikan hidup ini menjadi indah  yaitu mempunyai mata yang normal, membutuhkan cahaya dan mempunyai mata bathin. Sudahkah kita mempunyai ketiganya?
Ada ungkapan orang bijak yang berbunyi  “Kita tidak akan pernah dapat mengubah arah angin, tetapi yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengubah arah sayap”. Ini mengisyaratkan sebuah asumsi bahwa realitas kehidupan tidak akan berubah hingga kita sendiri yang mengubah sudut pandang kita terhadap realitas kehidupan tersebut. Ada beberapa hal yang mesti diperbaiki dalam sisi-sisi kehidupan kita, di antaranya :
Pertama, mengubah paradigma berfikir. Ada analogi yang menggambarkan perbedaan antara orang yang optimis dengan yang pesimis tatkala melihat sebuah gelas yang berisi air setengahnya. Orang optimis akan mengatakan bahwa ‘gelas itu masih berisi setengahnya,’ sedangkan orang yang pesimis akan mengatakan ‘gelas itu sudah habis airnya tinggal setengah.’ Walaupun secara substansi kedua ungkapan tersebut sama, namun menyiratkan dua paradigma cara berfikir yang berbeda.
Paradigma cara berfikir menandakan kualitas dan kredibilitas seseorang. Dengan melatih berfikir yang optimis, dan positif, maka kita akan membentuk karakter diri yang optimis dan positif pula. Kita teringat sebuah hadits qudsi mengatakan,”Sesungguhnya Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.”
Kedua, melakukan perubahan visi. Visi kehidupan bagi seseorang sangatlah berharga, karena visi itu mengindikasikan tujuan hidup bagi orang tersebut. Visi yang baik dan futuristik menunjukkan orang tersebut siap mengarungi hidup ini, begitupun sebaliknya.
Ketiga, melakukan perubahan aksi. Paradigma cara berfikir dan visi hidup belumlah dikatakan cukup tanpa adanya perubahan aksi, karena pada dasarnya cara berfikir dan visi dikatakan baik apabila sudah terimplementasikan dalam aksi-aksi kesehariannya.
Definisi perubahan yang diketahui adalah “proses transformasi dari zona nyaman menuju ke zona tidak nyaman.” Sering orang tidak  mau melakukan perubahan karena dirinya tidak mau mengalami ‘ketidaknyamanan’ yang baru. Padahal ketidaknyamanan tersebut merupakan resiko yang harus ditempuh sekaligus prasyarat untuk menuju perbaikan. Contoh: Si fulan tidak mau tidur di tempat tidur yang empuk, sejuk dan sebagainya, hanya karena ia telah sekian tahun tidur di alas kasur sederhana dan telah merasakan kenyamanan. Kasur yang empuk dan sejuk tadi bagi si fulan dirasakan tidak nyaman karena tidak biasa.

Sepuluh Kaidah Sukses
Sepuluh kaidah untuk mencapai kesuksesan menurut DR. Akrim Ridha dalam bukunya ‘Idaaratu Al-Dzaat (dalil al-syabab ila al-najaah) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “Menjadi Pribadi Sukses.” yaitu :
Pertama, kuasai semua cahaya yang menerangi tujuanmu. Cahaya di sini adalah bentuk strategi, cara untuk mencapai tujuan. Adapun cita-cita dan tujuan yang jelas dan konkrit mesti memenuhi kriteria: ditentukan secara tepat, harus terbatas dalam kuantitas, metode, waktu dan mesti realistis.
Kedua, berfikir serius. Kita teringat peristiwa kemenangan Mesir atas kaum Yahudi pada oktober 1973. Hal tersebut bukan hanya karena strategi dan pelaksanaan yang efektif, tetapi memang merupakan suatu cita-cita dan tujuan yang telah direncanakan secara matang dan sejak lama. Artinya bangsa Mesir saat itu serius melakukannya.
Ketiga, pilihlah figur yang ideal. Figur yang ideal akan mempengaruhi karakter diri kita. Dalam memilih figur ini, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan: perlunya kesabaran dalam mencari figur (qudwah) yang ideal – sebagai contoh kisah Musa dan Hidir. Para Nabi/Rasul merupakan orang yang tepat untuk dijadikan figur atau teladan. Tidak melakukan peniruan yang membabi buta terhadap figur yang salah atau dengan kata lain jadilah diri kita sendiri. Ada ungkapan “if you want to be success, follow the success person.”
Keempat, percaya diri. Percaya diri adalah infrastruktur mental manusia dan merupakan sumber potensi utama manusia dalam hidup ini. Ada enam sumber potensi bagi tumbuhnya kepercayaan diri :
1.    Berusaha terus menerus.
2.    Langsung berbuat.
3.    Kompensasi-segera mencari alternatif.
4.    Terimalah segala kemampuan yang ada.
5.    Hitunglah segala bentuk keberhasilan dan kesuksesan.
6.    Keimanan (pada Allah SWT).
Kelima, berfikir yang baik. Ciri khas manusia adalah bisa berpikir. Filosof Descartes mengatakan “cogito ergo sum” (aku berfikir, oleh karena itu aku ada), Marcus Adrelius, “hidup kita itu hasil dari berfikir kita.” Ciri-ciri berfikir yang baik adalah: realistis, positif, bijak (seimbang), logis dan inovatif. Ketika kita berinovasi harus mewaspadai dua hal; bisikan-bisikan jiwa yang negatif, dan pengaruh orang lain yang bisa membunuh pemikiran kita.
Keenam, perencanaan yang baik. Perencanaan merupakan semacam prediksi terhadap apa yang akan terjadi pada masa datang disertai persiapan untuk menghadapi masa datang tersebut (Henry Fayol). Jadi, perencanaan merupakan alat manajerial yang bertujuan mewujudkan cita-cita (ghayah). Ghayah tersebut adalah tercapainya tujuan yang dituntut melalui penggunaan sumber-sumber (bahan-bahan)  yang paling baik.
Belajar itu perlu ketekunan dan kesabaran
Ketujuh, belajar. Lahirnya ilmuwan-ilmuwan dunia tidak lain karena mereka mau belajar. Para ilmuwan mengatakan,”untuk mencapai cita-cita kita, kita mesti melakukan usaha spesifik (takhassus) dan supaya sukses dalam takhassus, kita mesti menapaki karir (ihtiraaf). Sedangkan kaidah ikhtiraaf adalah: belajar dan belajar.
Kedelapan, bersabar. Ketika kita menapaki jalan menuju manajemen diri dan mengarungi lautan kehidupan, perahu yang merupakan  setengah dari keimanan adalah sabar.
Kesembilan, tekun, ulet, rajin, keras hati, penuh perhatian, tidak mudah putus asa, tabah (sabar), pantang mundur (mutsaabarah).
Kesepuluh, menikmati waktu. “jika waktu merupakan bagian dari langkah kita, sedangkan langkah kita untuk  mencapai cita-cita merupakan suatu bentuk kenikmatan, maka sempurnakanlah manajemen kita.” Sukses bukanlah merupakan tujuan namun sebuah perjalanan yang panjang penuh onak dan duri sehingga untuk bisa lolos dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal, kontinu, dan penuh kesabaran.

0 komentar:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP