Amal Utama
Dalam sejarah Islam, beramal
shalih merupakan salah satu misi hidup terpenting. Setiap muslim dituntut untuk
mengisi hari-harinya dengan memperbanyak amal shalih, disamping tentunya
dilandasi dengan iman yang kuat. Dengan demikian maka hidup akan bermakna,
terhindar dari kerugian dan kesia-siaan.
Istilah
amal shalih sesungguhnya mengandung makna yang sangat luas. Setiap ibadah yang
diperintahkan atau dianjurkan serta perbuatan baik yang tidak bertentangan
dengan aturan atau nilai-nilai agama termasuk kategori amal shalih. Meskipun
spektrum amal shalih sedemikian luas sehingga memungkinkan untuk memilih dan
berkreasi, namun ada amal-amal yang mendapatkan prioritas untuk dilaksanakan.
Dalam beberapa hadits terdapat istilah “amal paling utama” (afdhalul
a’maal), “amal paling dicintai” (ahabbul a’maal) dan lain-lain yang
mengindikasikan adanya skala prioritas dalam beramal. Pelaksanaan amal shalih
perlu diselaraskan dengan skala prioritas tersebut agar amal menjadi lebih
efektif dan efisien.
Ada beberapa
karakteristik yang menjadikan amal bisa dikategorikan sebagai amal utama :
Pertama, amal yang lebih banyak dan lebih luas
manfaatnya. Salah satu ukuran tingkat keutamaan amal di sisi Allah adalah besar
dan luasnya manfaat yang dihasilkan dari amal tersebut. Berdasarkan
pertimbangan ini, maka berjuang di jalan Allah
(jihad fii sabilillah) lebih utama dari pada ibadah haji, sebab
cakupan manfaat jihad lebih luas dari pada shalat sunnah. Di samping itu,
manfaat ilmu jauh lebih luas dan banyak daripada dzikir. Rasulullah SAW
bersabda:
“Orang yang paling dicintai Allah
adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amal yang paling dicintai
Allah adalah menggembirakan orang muslim, menghapus kegelisahannya, membayar
hutangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sesungguhnya berjalan bersama
muslim lain untuk suatu kebutuhan (dakwah) lebih aku sukai daripada beri’tikaf
di masjid Madinah selama satu bulan.” (HR Thabrani).
Rasulullah
SAW lebih menyukai amal-amal yang bersifat sosial daripada amal-amal yang
bersifat ritual belaka karena amal-amal sosial lebih luas cakupan manfaatnya.
Manfaat I’tikaf sambil dzikir di masjid lebih bersifat pribadi, sedangkan
dakwah dapat mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Jika harus memilih,
Rasulullah lebih menyukai berdakwah dari pada beri’tikaf.
Kedua, amal yang sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Allah swt memberikan nikmat dan potensi yang berbeda-beda kepada
manusia agar saling mengisi dan memberi. Setiap potensi yang dianugerahkan
disertai amanah agar memanfaatnkannya sesuai petunjuk agama. Oleh karena itu,
amal utama seseorang adalah amal berdasarkan potensi utama yang dimilikinya
karena telah menjadi kewajibannya memanfaatkan potensi tersebut.
Amal utama
orang kaya adalah memberikan zakat, infaq dan sedekah karena orang kaya
diciptakan Allah untuk membantu orang miskin. Amal utama ilmuwan adalah
membimbing dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain karena Allah swt
menciptakan orang berilmu untuk menunjuki orang yang kurang berilmu. Amal utama
pemimpin adalah berlaku adil dan bagaimana menyejahterakan rakyatnya sebab
untuk itulah ia diberikan amanah kepemimpinan.
Ketiga, amal shalih yang dilakukan secara
berkesinambungan. Amal yang dikerjakan secara terus menerus menghasilkan
manfaat yang lebih besar dan membekas lebih kuat. Di antara manfaat amal shalih
adalah memperkuat iman dan memperbaiki akhlak. Penguatan iman dan perbaikan
akhlak baru berhasil jika dilakukan terus menerus. Oleh sebab itu amal shalih
sebagai sarananya mesti dikerjakan terus menerus. Nabi bersabda : ”Amal yang
paling dicintai Allah adalah amal yang berkesinambungan, meskipun dilakukan
sedikit demi sedikit.” (Muttafaq alaih).
Nur Achmad, S.Ag., MA.
Penyuluh Agama Islam Kota
Yogyakarta
Wilayah Kerja Kecamatan Ngampilan
0 komentar:
Posting Komentar