Altruisme
Dan di antara manusia ada orang
yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. Al Baqarah : 207)
Hadits yang mulia banyak meriwayatkan kesanggupan
sahabat terhadap keutamaan menolong sesamanya terutama yang sedang ditimpa
kesulitan hidup.
Betapa tidak tersentuh sanubari kita, seseorang
yang dalam keadaan sangat membutuhkan sesuatu, namun ketika melihat orang lain
juga membutuhakannya, ia rela memberikannya.
Itulah yang terjadi ketika usai perang Uhud,
terdengar erangan kehausan seorang dari pasukan muslim yang tergeletak dalam
keadaan terluka dan kepayahan. Ketika bantuan datang sebelum sempat meminumnya
terdengar erangan di seberang, ia tidak jadi minum dan meminta agar air minum
diberikan kepada asal suara erangan itu. Demikian pula orang kedua pun tidak
jadi minum lantaran ia mendengar erangan lain sampai akhirnya orang ketiga
ternyata telah gugur begitu bantuan itu sampai di sisinya. Ketika bantuan akan
kembali kepada kedua orang tersebut, ternyata keduanya pun telah gugur syahid.
Allahu akbar!!
Dalam riwayat hadits lain yang tidak kalah
mulianya, suami istri miskin dari shahabt Anshar berpura-pura makan bersama
dengan seorang tamu Muhajirin yang kelaparan, padahal mereka sekeluarga
membutuhkannya untuk makan malam. Subhaanallaah!!
Allah mengabadikannya salam salah satu firman-Nya
:
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan. (QS Al Hasyr
: 9)
Altruisme (mengutamakan orang lain), simpati dan
empati, kasih saying dan pengorbanan! Hal itulah yang telah diajarkan oleh
Baginda Rasulullah saw kepada para sahabatnya.
Di masa Rasulullah masih hidup, para sahabat
seperti berlomba dalam kebajikan dengan diri mereka ataupun harta mereka untuk
menolong sesame dan agama Allah. Kelihatan betul, para sahabat sangat memahami
hakikat rizki, perniagaan/jual beli yang menggembirakan yang tak pernah merugi
antara orang beriman dengan Allah, makna kasih saying dan mencintai sesame dan
tentunya kehidupan mulia kelak di sisi Allah.
Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq di akhir
kepemimpinannya mengembalikan tunjangan dari baitul maal sebesar 6.000 dirham
yang telah diterimanya selama masa kepemimpinannya dengan menjual tanah yang
menjadi milik terakhirnya dan menyerahkan onta dan kambing kepada calon
penggantinya, Umar bin Khaththab. Dengan air mata berlinang Umar berkata: “Abu
Bakar, engkau telah menjadikan penggantimu menjadi sulit.”
Amirul Mu’minin Umar bin Ktahthab rela memikul
karung gandum sendiri manakala diketahuinya masih ada rakyatnya nyaris
kelaparan karena kehabisan gandum.
Lalu apa yang telah diajarkan zaman ini kepada
kita?
Ada “Pak Haji” yang telah menunaikan ibadah haji
sampai 9 kali atas biaya sendiri, namun tetangganya kelaparan bahkan sehari
makan satu kali saja sudah beruntung, ia tiada peduli. Ada orang yang bingung
dengan hartanya yang berlimpah, mau dibelanjakan untuk apa, pelesir ke luar
negeri ia mau, sementara tidak terpikirkan olehnya seandainya saja hartanya itu
sebagian digunakan untuk membantu orang banyak terlebih di masa krisis ini.
Negeri yang kaya raya dan makmur ini, ternyata
masih belum mampu mendistribusikan karunia Allah berupa kekayaan alam yang
berlimpah ini secara adil dan penuh kasih saying kepada segenap rakyatnya.
Seperti terjebak dalam lingkaran setan kapitalisme
global, perputaran kehidupan cenderung berlangsung timpang dan tidak sehat.
Orang kaya dan yang berkuasa serta yang dekat denga kekuasaan lebih mendapatkan
akses untuk mendapatkan kebutuhan hidup dan cita-citanya, sementara oarng
miskain yang jumlahnya semakin banyak antre berebut peluang yang semakin
sempit. Dulu bang Haji Rhoma
Irama sempat berdangdutria: ”Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.”
Sementara Islam mengajarkan “agar harta jangan berputar hanya di kalangan orang
yang kaya sja di antara kalia.”
Maka Rasulullah saw bersabda : ”Orang kaya
sebenarnya bukanlah yanag kaya harta, tetapi yang kaya hati” yaitu orang yang
senantiasa ingin berbagi, membantu dan mengasihi sesamanya serta jauh dari
keserakahan, kesombongan dan egoisme pribadi.
Dalam kenyataan, dengan kondisi yang serba
terbatas orang menengah ke bawah sering mampu menunjukkan altruisme dengan
sikap tenggang rasa, simpati dan empati dengan saling membantu di antara
mereka.
Kapan orang kaya dan terhormat negeri ini,
bersyukur atas karunia yang telah mereka terima dari Allah swt itu dengan
mengambil peran terhormat yaitu memimpin gerakan altruisme? Wallahu a’lam
bishshawab.
M. Fadhil Isnaini
Staf KUA Kecamatan Wirobrajan
Kota Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar