Umrah itu wajib atau sunnah
“Umrah itu hukumnya wajib atau
sunnah”. Pernyataan ini kadang menggelitik dan mungkin muncul ditujukan kepada
para Penyuluh Agama Islam yang sedang melaksanakan
tugasnya di lapangan. Tulisan ini disarikan dari kitab
Said ibnu Abdil Qadir Basyanfar dengan judul asli Al Mughni fi Fiqh al Haj
wa al Umroh dan sudah diterjemahkan oleh KH Yusuf Muhammad, SQ, Cetakan
September 2003 dengan Penerbit Media Cendekia Bandung.
Pendapat pertama, Umroh itu wajib
bagi orang yang berkewajiban haji. Pendapat ini banyak diriwayatkan seperti
dari; Umar, Ibnu Abbas, Zaid Ibnu Tsabit, Ibnu Umar, Aisyah, Said Ibn al
Musayyab, Said Ibnu Jubair, Athak, Thawus, Mujahid, Hasan, Ibnu Sirin, dan dari
Asy Syu’bi. Pendapat ini juga
dikembangkan oleh Imam al Tsauri, bahkan al Bukhari membuat bab tersendiri
dalam kitab Shahihnya yaitu “Bab Kewajiban Umrah dan Keutamaannya”.
Kelompok pertama ini mengambil
dalil-dalil sebagai berikut:
1. QS. Al Baqarah: 196.
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah
Karena Allah”.
Perintah
dalam ayat tersebut berkonotasi besar.
2. Hadis Aisyah RA., ia berkata: Aku
pernah bertanya: “Rasulullah, apakah wanita berkewajiban berjihad?” Beliau
menjawab: “Ya, jihad yang tanpa berperang, yakni haji dan umrah”.
3. Bersumber dari Ibnu Razin, ia
pernah datang menemui Nabi saw, dan bertanya: ”Rasulullah, ayahku sudah tua
sekali. Ia tidak kuat menunaikan ibadah haji, umrah, dan juga berjalan”. Beliau
bersabda: “ Berhaji dan berumrahlah atas nama ayahmu”, Riwayat Imam Abu Daud,
An Nasa’i dan At Tirmidzi yang menilai ini hadis hasan dan shahih.
4. Bersumber dari az-Zhabi ibnu
Ma’bad, ia berkata: Aku pernah menemui Umar dan berkata: “Amirul Mukminin,
ketika Islam aku mendapati haji dan umrah sudah diwajibkan kepadaku, lalu aku
merasa gembira karenanya”, Umar berkata: “itu artinya kamu mengikuti petunjuk
sunnah Nabimu SAW.” (HR Abu Daud dan Nasa’i.
Pendapat kedua, Umrah itu
hukumnya tidak wajib. Pendapat ini dikutip dari Ibnu Mas’ud. Pendapat inilah
yang dibuat dasar oleh Imam Malik, Abu Hanafiah, Abu Tsur, dan Syafii dalam
pendapat lamanya. Ibnu Taimiyah, as-Shan’ani dan asy-Syaukani juga memilih
pendapat ini.
Pendapat kedua berpedoman pada
beberapa dalil berikut:
1. Hadis yang dibawa oleh Jabir Ibnu
Abdillah, bahwa Nabi saw., pernah ditanya, “Apakah umrah itu wajib?”, beliau
menjawab: “Tidak, tetapi jika kalian ingin umrah maka itu lebih utama”. HR. At
Tirmidzi yang menilainya sebagai hadis
hasan sekaligus shahih. Ia juga diketengahkan oleh Imam Ahmad, Al Baihaki, dan
Ibnu Abu Syaibah.
2. Hadis yang dibawa oleh Thalhah
Ibnu Ubaidillah, yang bernah mendengar sabda Rasululah saw.: Haji adalah jihad,
dan umrah adalah sunnah”, (HR. Ibnu Majah).
Para ulama yang tidak sependapat
menanggapi kedua hadis tersebut. Menurut mereka, hadis Jabir dlaif, karena di dalamnya
terdapat nama al Hujjaj ibnu Arthat seorang perawi yang tidak kapabel. An
Nawawi dalam kitabnya : “al Majmuk” VII/6 menegaskan “Pernyataan At Tirmidzi
bahwa hadis itu hasan sekaligus shahih tidak bisa diterima, Jangan terkecoh
oleh pernytaan tersebut. Para ulama ahli hadis senior sepakat bahwa itu hadis
dlaif. Mengenai hadis Thalhah, isnadnya
dlaif. Bahkan menurut al Hafidz Ibnu Hajar, disamping isnadnya dlaif tidak ada
didalamnya unsure keshahihannya sedikitpun. Di dalamnya terdapat nama Ibnu Jahm
al Malik. Ia justru pernah mengetengahkan riwayat sebailknya dari Jabir ra.
Dengan isnad yang bagus “setiap muslim wajib umrah”. Wallaahu a’lam.
Hamid Dwiono
Penyuluh Agama Islam Kecamatan Wirobrajan
Kota Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar